Saya Tidak Begitu Mengenal Hawking


Saya tidak begitu mengenal Stephen Hawking. Saya baru membaca salah satu bukunya di awal Januari 2018 yang berjudul “Rancang Agung”, sebuah buku terjemahan dari Grand Design. Selain buku tersebut, ada lagi yang baru saya sentuh, baru 2 bagian awal saja, My Brief History. Selain itu, baik The Theory of Everything atau publikasi Hawking yang lain seperti yang disebutkan di media-media, saya tidak mendapatkan akses terhadap mereka.

Ia amat jauh bagi saya. Saya dari dulu memang tidak terlalu tertarik dengan kosmologi, fisika atau matematika. Tapi uraiannya yang renyah seperti dalam Rancang Agung telah membuat saya paham bahwa ia memiliki selera humor yang amat menyenangkan. Hal ini mengarahkan saya untuk mendapatkan buku-bukunya yang lain.


Penggambaran yang dilakukan Hawking, dan penulis lain yang ia gandeng tentunya, membuat saya mudah memahami mengapa ia sangat berambisi menyelesaikan apa yang ia ingin ketahui dari alam semesta. Bahwa suatu ketika ia menjawab dengan meyakinkan, pada sebuah pertanyaan, “Saya tidak takut mati. Saya hanya khawatir akan cepat mati. Saya memiliki beberapa hal yang perlu diselesaikan,” aw kama qala, begitulah kira-kira ia berkata seingat saya.

Ketika ia meninggal kemarin, 14 Maret 2018, ada banyak ucapan duka yang beredar. Bahkan saya sendiri sebagai admin akun Instagram @psld_ub membuat sebuah gambar kartun yang mengutip salah satu saran berkaitan dengan penyandang disabilitas,

"My advice to other disabled people would be, concentrate on things your disability doesn't prevent you doing well, and don't regret the things it interferes with. Don't be disabled in spirit as well as physically."
Bisa ditebak mengapa ia peduli pada mereka, yaitu karena ia sendiri adalah orang yang didiagnosa mengidap ALS sejak berumur 21 tahun. Perhatiannya pada kaum difabel memang tidak terlalu tampak, tapi dengan aktivitasnya ia telah membuktikan bahwa siapa pun bisa berkontribusi pada ilmu pengetahuan.

Ia mungkin memang kadang-kadang kontroversial, mulai dari pernyataannya tentang Tuhan hingga kegemarannya memasang taruhan. Sisi lain dari ilmuan penemu lubang hitam ini tidak lantas membawanya jatuh tersungkur pada tuduhan yang berlarut-larut. Ia tetap dilihat oleh dunia sebagai seseorang yang penting di Abad 21.

Rest in Pride, Professor!

Posting Komentar

0 Komentar