Hari Libur


Saya mengawali tulisan pendek ini dengan mengatakan, “Di kalender tidak ada yang namanya Hari Libur. Yang ada adalah Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum’at, Sabtu, dan Minggu/Ahad.” Anda cari di kalender lain jika mungkin Anda masih penasaran apakah ada yang namanya Hari Libur. Dalam KBBI, Libur berarti bebas dari bekerja, bervakansi (KBBI, 2008: 857). Jika digabungkan menjadi Hari Libur, maka artinya adalah hari istirahat (Ibid, 2008: 511).

Hari Libur diidentikkan dengan hari bebas sekolah. Ruwet. Orang memang tidak harus sekolah tiap hari, tapi haram hukumnya tidak belajar setiap waktu. Apa ada yang namanya libur? Saya bertanya lagi. Seperti kata menganggur, tidak ada juga. Setiap orang bekerja. Dengan ukuran entensitasnya yang berbeda. Dua kata ini berkaitan erat.

Pada hari yang dimaksud orang dengan liburan, malah mereka lebih banyak melakukan aktifitas dan melebihi hari sebelumnya yang dianggap bukan hari libur. Aneh, kan! Apakah ini menandakan bahwa manusia selalu merindukan kekosongan, sehingga pada ungkapan tertentu mereka mempersepsikan yang ada menjadi tidak ada.

Hari Libur hanyalah imajinasi naif dari orang-orang elit atau menengah ke atas. Bagi para petani, nelayan, pekerja di sektor ‘nonformal’, Hari Libur tak pernah ada. Bagi mereka setiap waktu adalah momen produktif yang tak bisa dilepaskan. Setiap momen adalah momen eksistensial. Dengan bekerja, manusia diketahui bahwa dirinya ada, seperti kata Marx. apa bagi Marx liburan tidak ada? Tidak juga. Bahkan dalam sehari, ia menuntut adanya pengurangan aktifitas kerja. Tentunya yang ia maksud adalah bekerja di pabrik karena pada waktu ia sedang mengkritik mode produksi yang tidak memihak kaum proletar.

Coba kita menelusuri pedalaman negeri ini. Di daerah nelayan dan petani misalnya, di Madura kampung halaman saya, berhenti bekerja hanya pada waktu tertentu. Bukan seperti lumrahnya orang menyebut itu Hari Libur. Lagi pula, hari liburlah yang membuat kemacetan dan jalan makin ruwet. Kehidupan manusia idiot karena ada yang namanya Hari Libur.

Libur paling eksistensial itu adalah kematian. Bebas aktifitas dan tidak dengan apapun. Tinggal menunggu kapan hendak dimakan cacing tanah. Itu pun kematian masih menyisakan aktifitas dan tindakan dari orang yang ditinggalkan. Dan Hari Libur tak pernah ada. Jadi Anda jangan heran bila Anda bekerja dan beraktifitas lebih dari biasanya pada hari yang Anda anggap Hari Libur. Anda jangan merasa konyol jika ada seorang ibu rumah tangga yang selama 24 jam tak berhenti beraktifitas dengan mengasuh anak-anaknya. Anda jangan takjub jika di daerah-daerah tertentu mampu menghasilkan banyak hasil pertanian karena para petaninya tak pernah merasakan ada liburan.

24/06/2012 15:51:22

Posting Komentar

0 Komentar