Artikel
Prenduan, Parenduwen, Perinduan
Prenduan itu desa di Kecamatan Pragaan Kabupaten Sumenep. Desa ini lumayan terkenal karena empat faktor, (1) Prenduan sering disebut sebagai kampung halaman para pengemis urban [?], maksud saya pengemis antar kota dalam propinsi yang sebenarnya dari desa bukan desa Prenduan; (2) Menjadi basis utama perekonomian Kecamatan Pragaan atau Distrik Barat Laok pada masa penjajahan Belanda dengan pasar yang sangat dekat dengan pelabuhan [lebih lanjut lihat tulisan De Jonge]; (3) Di desa ini ada beberapa pesantren besar seperti Al-Amien dan Al-Muqri yang terkenal hingga ke mancanegara; (4) Desa ini punya pertigaan (Partelon) yang merupakan jalan utama menuju Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk, kalau kita sedang melakukan perjalanan dari arah Surabaya jalur selatan.
Menurut cerita dari mulut ke mulut, Prenduan berasal dari kata Parenduwen (kennengan arenduh), yaitu posisi ketika sapi atau kuda meringkuk. Menurut legenda di desa inilah tempat beristirahatnya kuda yang dinaiki Jokotole dalam perjalanan pulang dari kerajaan Majapahit menuju Sumenep. Cerita lain menyebutkan bahwa desa ini merupakan tempat beristirahat pasukan berkuda Belanda jika dalam perjalanan dari Pamekasan menuju Sumenep. Lokasi desa memang hampir di tengah-tengah jarak antara kedua kota. Dahulu desa ini adalah tempat yang cukup hijau, ramai dan dekat dengan sumber air, masuk akal jika Jokotole maupun Belanda memilih tempat ini sebagai tempat istirahat.
Prenduan menarik? Itu mungkin dulu. Sekarang tidak begitu menarik karena banyak drainase tidak dibangun dengan baik, orang berebut membangun rumahnya hingga tak segan menutup selokan (sok-sok), menebang pohon sembarangan hingga mengurangi ruang terbuka hijau, dan masih banyak lagi ketidakadilan lingkungan yang diakibatkan perkembangan tidak linier antara populasi penduduk dengan penjagaan lahan yang tersedia. Prenduan menarik hingga ada istilah Rampak Naong di dekat Masjid Gemma sana? Itu dulu saat Jokotole lewat dan Belanda masih berkeliaran, sekarang tidak.
Lalu ke mana rencana tata ruang dan tata wilayah? Ke mana kesadaran masyarakat lari menjauh dari nurani yang dipenuhi hablun minal 'alam? Terbawa arus pantai di selatan desa ini, bersama sampah yang menghilangkan erotisme bibir pantai Prenduan.
Dalam komentar Almarhumah Lan Fang di statusnya ketika saya nimbrung berkomentar, ia berkata bahwa asal kata Prenduan bukan Parenduwen, tapi Perinduan. Mungkin dari suku kata Rindu. Entah Almh. Lan Fang di-'fitnah' siapa soal itu, yang jelas dia dekat dengan Kiai Faizi di Luk-Guluk sana, ini dugaan dan tuduhan yang positif untuk mengembalikan kembali Prenduan pada keadaannya semula.
[unfinished]
Posting Komentar
1 Komentar