Nyandak Jambu

Dulu sekali, sewaktu berangkat pagi ke madrasah, saya suka memungut buah-buahan yang jatuh dari pohon. Orang Madura menyebut tindakan ini dengan "nyandak". Kebiasaan ini ada lagi sekarang. Mau berangkat ke kelas, tepat di jarak pertengahan antara tempat saya tinggal dengan tempat belajar ada pohon jambu yang tiap pagi buahnya jatuh.

Hari pertama saya nemu buah ini tanpa sengaja, tergeletak begitu saja dan salah satu sisinya terlihat seperti bekas gigitan codot atau kelelawar. Saya ambil saja dan menyucinya di tempat wudlu masjid. Yes! Saya sarapan buah jambu pagi-pagi sekali.

Hari-hari berikutnya nyaris selalu begitu, meski kadang tak ada jambu jatuh, mungkin sudah diambil orang, atau kadang saya didahului ban kendaraan hingga jambunya terlihat sudah mencar-mencar di aspal. Ok. Tapi itu tak akan berlangsung lama, karena saya punya inisiatif untuk berangkat lebih pagi, mendahului ban kendaraan dan tangan orang lain.

Strategi ini berhasil. Saya lebih sering lagi sarapan jambu. Bisa dibilang tiap hari, walau kadang hanya setengah karena setengahnya lagi sudah menjadi jatah para nomad malam, siapa lagi kalau bukan codot dan kelelawar. Tapi mereka adalah teman, karena selalu tahu porsi saya sebelum matahari terbit menjelang.

Semakin lama, jambu jatuh sebagaimana biasa, bahkan kadang buah hanya sebuah, tapi bisa dua hingga tiga buah. Suatu ketika di siang yang terik, saya bergegas dari kelas menuju tempat tinggal, di bawah pohon yang sama ada satu buah jambu tergeletak. Saya memungutnya. Si pemilik pohon yang duduk di kursi tak jauh dari pintu dan dua-tiga langkah kaki dari jalan raya melihat saya yang tersenyum padanya.

"Ambil saja, Mas. Kalau mau ambil di atas tak apa-apa, tapi sampean memanjat sendiri. Kami tak memiliki galah." Katanya.

"Oh. Ini saja cukup, Buk." Jawab saya lekas. Meski dalam hati saya menggumam 'kok tidak manjat langsung saja'.

Keesokan harinya saya sengaja menambah jadwal lewat di bawah pohon itu, yaitu siang. Tak ada jambu jatuh. Mungkin siang kemarin hanya sekali kesempatan saja, karena setelah itu tiap siang tetap tak ada. Ok. Rejeki jambu saya itu pagi, fellas. Hahaha.

Posting Komentar

0 Komentar