Esai
Ibnu Rusyd: Pembuka Gerbang Peradaban Timur dan Barat
Jika bertanya siapakah filosoh Islam terbesar, mungkin Ibnu Rusyd adalah salah satu jawabannya. Di masa mudanya, beliau mempelajari teologi Islam, hukum Islam, ilmu kedokteran, metematika, astronomi, sastra dan utamanya adalah falsafah. Beliau lahir di Cordova—sekarang lebih populer dengan Kordoba—, Spanyol pada tahun 1126 M. di kalangan keluarga ahli hukum. Kakek dan orang tuanya mempunyai kedudukan Hakim Agung (mungkin kalau di Indonesia semacam Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Agung). Dan pada tahun 1169 M. beliau diangkat menjadi hakim agung di Seville (sekarang Sevilla) dan pada 1182 hakim di Kordoba.[1]
Melihat keahliannya sebagai dokter, filosof dam ahli hukum, tidak heran kalau ibnu rusyd mendapakan kedudukan dan penghargaan tinggi dari khalifah al-Muwahhid Abu Ya’qub Yusuf dan khalifah Abu Yusuf Ya’qub al-Mansur. Tetapi antara ibnu rusyd dan ahli hukum islam terdapat permusuhan dan atas tuduhan bahwa beliau menganut paham-paham falsafah yang bertentanngan dengan ajaran Islam, beliau akhirnya ditangkap dan diberi hukum tahanan kota di Lucena yang dekat dengan Kordoba kemudian ia dipindahkan ke Maroko dan meninggal di sana pada tahun 1198 M.
Melihat keahliannya sebagai dokter, filosof dam ahli hukum, tidak heran kalau ibnu rusyd mendapakan kedudukan dan penghargaan tinggi dari khalifah al-Muwahhid Abu Ya’qub Yusuf dan khalifah Abu Yusuf Ya’qub al-Mansur. Tetapi antara ibnu rusyd dan ahli hukum islam terdapat permusuhan dan atas tuduhan bahwa beliau menganut paham-paham falsafah yang bertentanngan dengan ajaran Islam, beliau akhirnya ditangkap dan diberi hukum tahanan kota di Lucena yang dekat dengan Kordoba kemudian ia dipindahkan ke Maroko dan meninggal di sana pada tahun 1198 M.
Konsentrasi dan perhatiannya pada falsafah adalah falsafah Aristoteles. Beliau menulis ringkasan-ringkasan dan tafsiran-tafsiran yang mencakup sebagian terbesar dari karangan-karangan filsuf Yunani itu. Disamping itu beliau juga menulis buku-buku karangan sendiri. Di bidang kedokteran misalnya buku Kulliyat yang telah diterjemahkan kedalam bahasa latin dengan nama Colleget; di bidang falsafah Tahafutut Tahafut dan Fashl al-Maqal Wa Taqrir Ma Baynal Hikam was Syari’ah,[2] Tahafutut Tahafut merupakan jawaban atas serangan al-Ghazali—seorang ulama ortodoks—terhdap para filsuf melalui bukunya yaitu Tahafutul Falasifah yang menjadi penyebab munculnya polemik posthumous antara al-Ghazali dan Ibnu Rusyd.[3] Buku-buku Ibnu Rusyd mengenai falsafah Aristoteles banyak diterjemahkan ke dalam bahasa latin, dan berpengaruh bagi ahli-ahli pikir Eropa sehingga beliau diberi gelar penafsir (comentator), yaitu penafsir dari falsafah Aristoteles. Pengaruhnya terhadap pemikiran barat tidak selamanya berdampak baik terhadap perkembangan yang terjadi, salah satunya ditandai dengan munculnya aliran Averroisme, aliran ini berpendapat bahwa falsafah mengandung kebenaran, sedangkan agama dan wahyu tidak, pendapat demikian jelas tidak bersumber dari Ibnu Rusyd,[4] karena ia sebagai filosfof Islam, berkeyakinan bahwa akal dan wahyu tidak bertentangan. Keduanya sama-sama pembawa kebenaran. Kekeliruan ini jelas saja muncul dari kesalahpahaman pemikir-pemikir barat abad ketiga belas tentang penafsiran Ibnu Rusyd terhadap falsafah Aristoteles. Dan jika boleh berasumsi, mungkin saja kesalahan tersebut merupakan tindak kesengajaan barat dalam usaha mereka menghancurkan Islam. Bahkan tidak mengherankan ketika kaum agamawam gereja menuduh Ibnu Rusyd ateis dan melarang penyebaran buku-buku beliau di Eropa. Tetapi di balik itu semua masih ada pembelaan dari Thomas Aquinas (1225-1274 M.) yang menyatakan bahwa akal dan wahyu itu tidak bertentangan, bahkan sejalan. Ini jelas sama dengan pendapat Ibnu Rusyd. Bahkan tidak hanya dalam hal wahyu dan akal, tetapi juga dalam hal lain seperti masalah esensi, penciptaan alam dari ex-nihilo dan gerak alam.[5] Dengan pembelaan itu pula Thomas Aquinas dituduh sebagai orang yang ketularan cara berpikir Ibnu Rusyd, meskipun pada kenyataannya memang demikian adanya.
Kalau mau menyebutkan satu orang lagi yang benar-benar ketularan adalah Moses Maimonedes (Musa bin Maimun, 1135-1204 M.), seorang filsuf Yahudi tulen yang banyak memasukkan ide-ide Ibnu Rusyd ke dalam buku yang dikarangnya, al-Hairin. Bahkan Moses Maimonedes sendiri mengadakan dialog langsung dengan Ibnu Rusyd tentang inklusifitas dan toleransi yang akan mereka bangun dalam upaya membangun dunia, baik barat maupun timur.[6] Di sini lah peran penting Ibnu Rusyd dalam hubungan antar-agama.
Apa yang terjadi pada masa Ibnu Rusyd ini merupakan suatu perkembangan pemikiran dan perdaban timur dan barat. Jika dalam dunia Islam beliau dikenal sebagai ahli hukum dan filsuf yang menyelamatkan rekan-rekannya dari serangan mematikan yang dilancarkan al-Ghazali, maka di barat beliau dikenal sebagai dokter dan ilmuan yang membawa ilmu pengetahuan dan falsafah Eropa mulai menjadi kebangggan nasional di Spanyol; di Kordoba ada patung Ibnu Rusyd, untuk memperingati jasa-jasanya; di Madrid—ibukota Spanyol sekarang—berdiri sebuah masjid baru yang konon terbesar di benua Eropa. Banyak orang menaruh harapan baru kepada Islam di Spanyol untuk mengulangi lagi peranannya sebagai salah satu pusat peradaban umat manusia. Meskipun pada kenyataannya sekarang orang islam sudah kehilangan daya magisnya dalam ilmu pengetahuan. Orang-orang Spanyol banyak yang merasa tertarik dengan masa silam mereka yang agung di bawah Islam. Kaum Marranos—orang Islam atau Yahudi yang pura-pura masuk Kristen karena di paksa, dulu marranisme adalah satu-satunya cara menyelamatkan diri—konon mulai banyak yang berani tampil dengan agama mereka yang sebenarnya.[7]
Flash Back
Jika membaca sejarah masuknya Islam ke Spanyol, maka kita akan teringat bagaimana seorang Thariq bin Malik yang diutus oleh Musa bin Nusayr menyeberang ke Andalusia dan mendarat di semenanjung Tharifah, yang merupakan ujung benua Eropa paling selatan. Pasukan yang memiliki kekuatan sekitar 400 prajurut ini dimaksudkan sebagai pioner menjajaki kekuatan lawan, usaha tersebut ternyata berhasil.
Didorong oleh keberhasilan ekspedisi I dan oleh karena timbulnya kerusuhan-kerusuhan perebutan kekuasaan kerajaan Ghotia barat di Spanyol, maka Musa pun mempersiapkan ekspedisi baru.[8] Maka masuknya Islam saja bisa dikatakan suatu kebetulan. meslipun pada ekspedisi II pasukan Islam mengalami pasang surut, tetapi dengan keteguhan hati dan kesabaran mereka akhirnya kemenangan yang didamba-dambakan itu tercapai, dilanjutkan dengan penaklukan-penaklukan di Toledo, Sidonia, Carmona, Sevilla, Sragosa (sekarang lebih populer dengan Zaragoza), Arogan, Leon Asturia, dan Galicia. Keberhasilan Thariq ini terjadi pada waktu khalifah al-Walid—salah seorang khalifah Bani Umayyah.
Sejak saat itulah umat Islam membangun dan menguasai Spanyol dan hingga akhirnya mereka bisa membangun peradaban di sana. Mulai dari pembangunan masjid-masjid, madrasah, jalan, dan rumah sakit. Yang paling berperan di sini utamanya adalah ilmu pengetahuan, mulai dari filsafat, sains, arsitektur, kedokteran dan lain-lain. Pencapaian hasil yang memuaskan inilah yang kemudian menjadi modal Eropa membangun peradaban selanjutnya.
Kontak Langsung
Dalam pertumbuhan peradaban Eropa, perpindahan ilmu pengetahuan dan peradaban dari timur ke barat tidak lepas dari keberadaan kerajaan Bizantium yang berdekatan dengan wilayah kekuasaan Islam, khususnya setelah terjadinya perang salib.
Kontak langsung pun digelar selama kerang lebih satu abad (1046-1204 M). melalui Muslim Andalusia dan Sisilia (pulau di sebalah selatan Italia) orang-orang Kristen barat datang untuk belajar matematika, astronomi dan kedokteran. Adalah Raja Frederick II (1250 M) yang banyak memerintahkan untuk melakukan kontak ini. Begitu juga Alfonso VI raja Kastilla lewat Toledo ia memindahkan kebudayaan Islam.[9]
Dari itu kemudian bangsa Eropa membangun peradaban mereka, dilanjutkan dengan penerjemahan buku-buku Arab ke bahasa Latin yang dilakukan sejak abad 12 M. Toledo dan Palermo merupakan pusat penerjemahan ini, penerjemahan di Toledo sendiri masih sangat dekat dengan masa Ibnu Rusyd.
Di Palermo dilakukan penerjemahan terhadap seluruh karya Ibnu Rusyd yang mendapat perlindungan dari kaisar Frederick II dan membagikan hasil terjemah tersebut ke seluruh penjuru Eropa. Dan pada saat inilah Eropa memulai era renaisansnya.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Penyusun Depag. 2002. Sejarah Kebudayaan Islam untuk Madrasah Aliyah Keagamaan kelas 2, tk :Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Depag, cet. I.
Madjid, Dr. Nurcholish. 2000. Islam Doktrin dan Peradaban; Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernnan, Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina.
Rumtianing, Irma UH, “Konstribusi Islam Spanyol Terhadap Munculnya Era Renaisans di Eropa,” dalam Jurnal Dialogia; Jurnal Studi Islam dan Sosial, vol. 3 no. 1 Januari-Juni 2005, Ponorogo: Jurusan Ushuluddin STAIN Ponorogo.
………………... 2000. Sejarah Filsafat, cet. VII, Bandung: Bentang Pustaka.
As-Salus, Prof. Dr. Ali Ahmad. 2000. Ensiklopedi Sunnah-Syiah, Mesir.
[1] Tim Penyusun Depag, Sejarah Kebudayaan Islam untuk Madrasah Aliyah Keagamaan kelas 2, …:Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Depag, cet. I, 2002, hlm. 114-115.
[2] Dr. Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban; Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernnan, Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, cet. VI, 2000, hlm. cxiii.
[3]Ibid, hlm. 587.
[4] Prof. Dr. Ali Ahmad as-Salus, Ensiklopedi Sunnah-Syiah, Mesir, 2000, halamannya lupa.
[5] Irma Rumtianing UH, “Kontribusi Islam Spanyol Terhadap Munculnya Era Renaisans di Eropa,” Dialogia; Jurnal Studi Islam dan Sosial, vol. 3 no. 1 Januari-Juni 2005, Ponorogo: Jurusan Ushuluddin STAIN Ponorogo.
[6] Karen Amstrong, Sejarah Filsafat, Bandung: Bentang Pustaka, cet. VII, hlm. 174. bahkan transkip dialog mereka konon sekarang dimoseumkan di Moseum De Louvre, Paris, Prancis. Tapi ini cukup diragukan keasliannya karena tidak diketahui siapa yang mentranskip dialog tersebut.
[7] Dr. Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban; Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodernnan, Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, cet. VI, 2000, hlm. lxxxi.
[8] Irma Rumtianing UH, “Kontribusi Islam Spanyol Terhadap Munculnya Era Renaisans di Eropa,” Dialogia; Jurnal Studi Islam dan Sosial, vol. 3 no. 1 Januari-Juni 2005, hlm. 61.
[9] Ibid, hlm. 66
Posting Komentar
0 Komentar