Esai
Teknologi: Dari Sebelum Masehi sampai Globalisasi
Jika mendengar kata teknologi, maka yang terlintas dalam pikiran kita adalah sejumlah perangkat zaman modern yang telah menyita perhatian umat manusia dewasa ini. Mulai dari ponsel, televisi, calculator, flashdisk, mesin foto copy, camera, mp dan masih banyak lagi hingga yang jarang kita lihat seperti teleskop, satelit dan lain sebagainya. Bahkan benda-benda tersebut mampu bermetamorfosis dari kebutuhan tertier manusia menjadi kebutuhan primer atau bahkan lebih—sampai tidak bisa sarapan pagi sebelum online—, meskipun pada dasarnya memang benar-benar dibutuhkan, bukan hanya sekedar gaya atau atas nama gengsi.
Sebagai bagian dari ilmu pengetahuan, teknologi muncul sejak diturunkannya spesis manusia di muka bumi ini. Nabi Nuh AS mencipatakan kapal besar yang mampu memuat berbagai spesis hewan pada waktu azab banjir besar, Iskandar Dzulqarnain membuat tabung kaca yang akhirnya dijadikan kapal selam. Setelah itu, pada abad ketiga sebelum masehi, muncul ilmuan-ilmuan di kota Iskandaria, Mesir, sebuah kota yang didirikan oleh Iskandar Agung dari Macedonia. Berkat jiwa terbuka Iskandar Agung (ia tidak saja menghargai ilmu pengetahuan dan agama berbagai bangsa, tapi juga menganjurkan tentaranya untuk kawin dengan perempuan-perempuan India dan Persia), kota di Mesir yang dinamai menurut namanya itu segera menjadi pusat ilmu pengetahuan Umat manusia. Ilmu pengetahuan bersumber dari perpustakaan di kota itu. Di perpustakan ini mereka mengumpulkan ilmu pengetahuan apapun tentang dunia ini. Dan di sinilah dasar ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang.
Direktur perpustakaan tersebut adalah Earastothenes, ahli ilmu bumi, astronomi, sejarah, falsafah dan matematika. Disusul oleh Hipprarchus, Euclidus, Dionysius, Herophlius, Heron, Archimedes hingga Hypatia. Tragisnya, perpustakaan ini dibakar oleh Kristen atas dasar penghapusan paganisme pada waktu itu. Seandainya Kristen tidak gegabah dan bisa membedakan antara ilmu pengetahuan dan paganisme, dan tradisi keilmuan Iskandaria terus berlanjut, maka barangkali Einstein, sudah tampil lima abad yang lalu. Atau mungkin seorang Einstein tidak pernah ada, sebab perkembangan ilmu pengetahuan yang integral dan menyeluruh sudah terjadi dan mungkin pada akhir abad keduapuluh masehi ini, sedikit saja umat manusia yang masih tinggal di bumi, karena sebagian besar telah menjelajah dan mengkoloni-imperial bintang-bintang dan telah beranak pinak sampai miliaran jiwa, dan bumi menjadi semacam tempat mudik seperti pada waktu lebaran dan natal. Kalau pada tahap sekarang ini kita baru memasuki era globalisasi-cyber dengan adanya kemudahan transportasi berkat pesawat-pesawat jumbo, maka jika seandainya pusat ilmu pengetahuan di Mesir itu tidak dibakar kaum fanatik, dan warisan ilmiyahnya berkembang terus tanpa terputus, kita sekarang memasuki era antarbintang, atau mungkin kita sekarang berkendara dengan kendaraan tanpa setir, tetapi memakai perasaan, atau mungkin tanpa kendaraan, tubuh kita bisa berpindah dari suatu tempat ke tempat lain seperti pesan (SMS) dari ponsel yang pindah ke ponsel lain, atau mungkin aliran listrik tidak akan memakai kabel, tapi dengan lewat udara seperti sinyal, atau mungkin saja jembatan Suramadu yang menjadi kebanggaan masyarakat Madura itu tidak terbuat dari beton dan besi, tapi terbuat dari bahan yang lebih canggih—bisa elastis seperti karet misalnya—atau bahkan mungkin saja Madura sudah tinggal bekasnya. Atau yang lebih tragis lagi mungkin saja spesis manusia di bumi ini sudah tinggal sejarah yang tak dikenang lagi, dikalahkan oleh robot-robot cerdas ciptaan manusia sendiri. Atau bahkan...
Jauh dari masa lalu, kita lihat sekarang! Sebagai serangkaian dari sunnatullah yang sudah menjadi ketetapan Allah, teknologi berkembang dari asalnya yang kurang canggih menjadi membahayakan eksistensi manusia sendiri—dengan catatan tergantung pemakainya. Di era cyber ini muncul Bill Gates dan kawan-kawan seperjuangannya, dan dari mereka kita mengenal Microsoft, Linux, Ubuntu, Appel dan lain sebagainya yang tidak kita kenal. Mereka menjadi semacam madzhab ‘kepercayaan’ dalam pergulatan zaman cyber-modern-kapital-global ini. Dan dari mereka juga kita mengenal yang namanya internet, makhluk Tuhan paling canggih, paling terjangkau untuk kalangan masyarakat karena internet bisa didapatkan di warnet.
Apakah teknologi membahayakan? Sudah dikatakan sebelumnya bahwa hal tersebut tergantung pemakainya (user). Dalam Islam kita mengenal al-akhdzu bil jadiidil ashlah, saya rasa teknologi merupakan bagiannya, contoh kecil di internet kita kenal yang namanya facebook dan friendster, di situ kita bisa manfaatkan sebagai lahan silaturrahim, meskipun facebook baru-baru ini digoyang oleh beberapa oknum yang meyatakan status keharamannya. Jangan sampai kita menuhankan teknologi, Bill Gates nabinya, kita hambanya? Mudah-mudahan tidak kan!. Naudzubillahi min dzalik!
Posting Komentar
0 Komentar