Parhan

Banyak hal menarik ketika pulang. Terutama saat bapak saya menceritakan perihal awal-awal kemerdekaan Republik ini. Memang tak begitu menarik untuk dimasukkan ke dalam sejarah keindonesiaan. Tetapi menjadi sangat berarti bagi saya, karena cerita bapak sungguh-sungguh dapat dipercaya. Bapak saya terlibat langsung saat masih kecil, merekam fenomena yang terjadi dengan penglihatan dan pendengaran langsung.

Ia sering menceritakan Parhan. Sepupunya yang menjadi pahlawan kemerdekaan sejak masih muda. Ia masih kecil ketika Parhan sudah bergabung dengan pembebas bangsa dari penjajahan Jepang dan Belanda. Ia selalu bersemangat ketika mendaur ulang apa yang terjadi untuk disampaikan pada saya. Terutama dalam sub tentang masuknya Belanda kembali ke Indonesia, pada khusunya Madura. Dalam kelanjutan ceritanya itu, sejarah yang ia sampaikan pada saya menjadi begitu hidup karena ia mampu melihat bagaimana sebenarnya yang terjadi. Bagaimana Belanda berusaha tidak melepaskan Indonesia begitu saja meski Indonesia telah menyatakan kemerdekaannya.

Sampai pada fitnah-fitnah politik Zaman Orde Lama seperti ihwal PKI dan tetek bengeknya. Berlanjut pada awal-awal merezimnya Orde Baru. Ia seperti paham betul tentang mistisnya Surat Perintah Sebelas Maret, pemfitnahan PKI, dan adu domba yang terjadi antara kepentingan politik yang satu dengan lainnya.

Yang menjadi titik penting dari cerita-ceritanya, adalah ketika cerita (sejarah) itu membuat saya penasaran mencari referensi lain untuk mencari apakah yang bapak sampaikan itu benar apa tidak. Bagaimana mungkin, ia sendiri pernah bilang di hadapan saya yang sedang belajar sejarah Indonesia kelas enam madrasah ibtidaiyah, bahwa sejarah dalam buku yang saya pegang adalah akumulasi kebohongan. Sampai suatu saat nanti, katanya, saya akan tahu bahwa sejarah itu dicipta oleh Orde Baru untuk membentuk bangsa Indonesia sedang dalam angan akan kemerdekaan yang sesungguhnya. Bahkan dalam sebuah perbincangan, ia menjelaskan bagaimana PKK meng-ibu-rumah-tangga-kan perempuan. Persis seperti yang dijelaskan Julia Suryakusuma dalam State Ibuism. Namun sangat implisit yang ia ucapkan.

Benar adanya, politik merongrong apa saja untuk mencapai tujuan di ruang kekuasaan. Tak ada pintu etis dan estetik untuk itu, maka lubang kecil penuh horor pun menjadi jalan terakhir.

Sampai saat ini, Parhan masih menjadi titik tolak saat saya membaca sejarah bangsa Indonesia. Parhan melalui bapak saya telah menuntun bagaimana sejarah harus dibaca dalam bingkai kemewaktuan yang tak memerlukan kebohongan. Manusia, dan segerombolan manusia yang bernama bangsa ini, adalah makhluk historis yang selalu melihat kebelakang apa saja yang ia telah lalui. Ada masa depan karena masa lalu juga pernah ada terlalui, menjadi awal mula dan dasar segala bangunan peradaban dunia.

Posting Komentar

0 Komentar