Romantisnya Harapan Petani

Tak ada yang menarik sebenarnya dari kehidupan petani, kecuali penantian mereka atas semua tumbuhan yang mereka tanam demi 'masa depan'. Apa masa depan bagi mereka? Layaknya semua harapan ideal, buah dari semua yang mereka tanam. Bahkan buah dari harapan itu sendiri. Harapan, jika dilihat secara konkret, tak punya akar layaknya akar pohon jagung atau kacang hijau. Harapan punya akar berupa kebenaran mengubah tatanan, dan kelanjutan dari apa yang mereka lakukan. Inilah akar, cabang, dan buah dari tumbuhan bernama Harapan.

Harapan berupa buah tak berhenti hanya di saat buah masak, jatuh, dan luluh oleh tanah. Sebab buah, kecuali buah tertentu mempunyai potensi pertumbuhan berikutnya. Begitulah kausalitas buah. Buah dari harapan dan buah akan pengharapan. Indah.


Hal pertama selain membuat lahan selalu subur adalah menjaga tersedinya lahan untuk ditanami. Tak mungkin tumbuhan atau pohon ditanam tidak pada 'lahan'-nya. Bagai lautan bagi ikan dan bayinya.


Belakangan banyak lahan dihancurkan, dipakai buat bangunan, dihilangkan daya produktifnya, dan pakai untuk hal-hal yang tidak seharusnya. Problema utama dari tumbuhkembangnya harapan. Ancaman terbesar bagi kelanjutan kehidupan. Terputusnya harapan adalah masalah terbesar dari kehidupan ini. Hingga dalam salah satu buku tentang sufisme, dijelaskan bahwa Tuhan paling tidak suka pada manusia yang putus harapannya. Bukan manusia yang tidak beribadah, bukan hanya kemalasan yang Tuhan kutuk, bukan pula keraguan untuk bertuhan yang Tuhan benci, melainkan ketidakpunyaan atas harapan lah yang Tuhan tidak kehendaki.


Ah... Aku sedang malas membicarakan Tuhan.


Kita fokus pada manusia. Dan lanjutkanlah sendiri. Angankan bagaimana jika kau tidak punya harapan. Berharaplah sebagaimana petani berharap pada tumbuh berkembangnya harapan mereka pada pohon-pohon yang mereka tanam. Petani adalah guru terbaik saat ini selain sebagai kreator penyedia pangan manusia.

Posting Komentar

0 Komentar