September 2013
September 2013
sudah mulai mendekati deadline. Tapi tentunya nanti hadir lagi di tahun depan.
Tak ada orang yang risau dengan pergantian hari, minggu, bulan dan tahun. Hanya
ada beberapa orang yang lalu berpikir, “Semakin mendekati akhir bulan, waktu
semakin berkurang. Rinduku padamu tak menemukan kepastian, bersua di mana,
berjumpa di kapan.”
Ada orang yang
seperti Emak, kadang pesimis, seringkali optimis. Barangkali cara hidupnya
memang begitu, mengijinkan ambiguitas dalam ruang yang sama tanpa harus menolak
salah satunya. Saat ia membaca buku di beranda rumah di jeda kerjanya menjadi
petani dan penjual nasi bungkus, ia kadang menyeletuk tentang cara pandang pada
kebahagiaan. Ia begitu bijaksana, seperti aku selalu mengiyakan menjadi anaknya.
Emak tidak pernah
berniat dan berpikir tentang September, ia laksana embun tiap pagi yang merinai
meski di musim kemarau dan di siang matahari menerik sampai tanah tegalan pun
gersang. Dulu pernah kutanya, apa fungsi bahasa. Dia berkata, “Aku tak peduli
kau menyatakan cinta dengan apa, yang penting rasanya tetap seperti kata
kerja.” Aku tak paham, tapi langsung mengiyakan. Untuk apa bertanya, jika
cintanya adalah jawab dari segala apa, mengapa, dan bagaimana.
September 2013 akan
berakhir, tapi tahun depan akan ada lagi, asal ada hidup untuk selanjutnya.
Kalau segala sesuatunya bermula di September. “Kau tidak perlu yakin bahwa semuanya
akan berakhir di September pula,” Itu kata Nengku, dulu. Entah sekarang
bagaimana, ia tanpa kabar menghilang ditelan waktu.
Posting Komentar
0 Komentar