Caption
Pengalaman Mengerjakan Subtitle atau Caption
Tuli berkeinginan agar setiap
video disertai subtitle atau caption. Bukan hanya kamu yang selalu menonton
K-Pop yang ingin tahu apa pembicaraan dalam film, video, atau alat publikasi
audio visual lainnya. Bahkan, tunanetra yang mendengar suara pun ingin agar
adegan, apa yang tampil dalam video, atau dalam pementasan langsung, disertai
dengan gambaran dalam bentuk suara. Jadi untuk membuat produk audio visual yang
inklusif, pertimbangkan keberadaan caption dan uraian yang mumpuni atau mudah
dipahami.
Saya awalnya bingung
bagaimana melakukannya. Saya dihadapkan pada 23 video yang masing-masing
berdurasi rata-rata lebih dari satu jam. Jika satu jam pembicaraan yang terekam
dalam satu video tersebut berjumlah 6,000-7,000 kata, maka tinggal kita kalikan
saja total berapa ribu kata yang harus diinput.
Menggunakan Adobe Premiere CC
2015 sebenarnya kurang pas untuk memasukkan caption video-video itu. Kalau pun
betah melek di depan komputer, memasukkan satu per satu hingga tangan dan
pantatmu kemmeng, kamu juga harus mengukur seberapa kuat personal
computer (PC) yang kamu gunakan. Kalau kamu punya spesifikasi seperti PC
ber-Core i3, itu sudah cukup—untuk tidak mengatakan kurang. Kamu butuh yang
lebih cepat dan kuat daripada itu.
Ketika kamu mengedit
video-nya, memasukkan subtitlenya satu per satu, terus selesai diedit semuanya,
kamu harus memastikan lagi apakah kamu tidak melanggar hak cipta penggunaan latar
suara (seperti musik dari sebuah lagu) atau kamu telah mendapatkan izin untuk
menampilkan semuanya. Wajah anak kecil seringkali perlu dilewati, atau diblur
sampai identitasnya tidak teridentifikasi.
Jika saya membutuhkan 7 menit
untuk mengisi 1 menit caption dalam video, maka tinggal dikalikan saja: 28 jam
x 60 menit x 7 menit. Sama dengan hampir seminggu tanpa melakukan apapun, tanpa
tidur tanpa mandi tanpa makan dan tanpa ngising. Tentunya termasuk "tanpa
merindukanmu."
Caption atau Subtitle?
Sebenarnya amat penting untuk
tahu beda di antara keduanya. Subtitle, sebagaimana artinya, ya sub dari judul.
Hahaha. Bercanda, benar sih. Wkwkwkwkwk. Tapi begini, subtitle itu digunakan
pada mulanya sebagai alat untuk menerjemah pembicaraan. Seperti yang saya
sebutkan di atas, bahwa penonton K-Pop perlu tahu pasti apa pembicaraan pemain film
Korea itu.
Sedangkan caption lebih
spesifik pada alat bantu bagi Tuli untuk memahami isi pembicaraan di dalam produk
audio visual. Caption, atau lebih tepatnya closed-caption yang disarankan oleh
Universal Design, dengan demikian menjadi syarat bagi ketercapaian indikator
inklusivitas sebuah produk video atau gambar. Subtitle bisa berupa teks
langsung yang muncul secara realtime di bagian bawah layar, caption juga bisa
berupa demikian dalam video tapi bisa berbentuk parafrasa yang berjarak satu
sampai dua second dari pembicaraan. Caption juga bisa muncul di bagian bawah
gambar seperti di Instagram, dengan demikian juga tunanetra dapat membacanya
melalui assistive touch pada iPhone atau varian aplikasi text-to-speech lainnya.
Ada beberapa aplikasi editor
subtitle atau caption, seperti Aegisub, SubtitleEdit, dsb. Ahli dalam hal ini
ya seperti Lebah Ganteng dan teman-temannya. SubtitleEdit sifatnya open source,
jadi tidak perlu crack. Ini untungnya, dan saya menggunakan ini dalam
mengerjakan subtitle. Dua aplikasi yang saya sebutkan ini bisa ekspor dalam
bentuk .srt (SubRip Text) sehingga bisa diimpor ke YouTube atau aplikasi offline
seperti GomPlayer, VLC, dsb.
Posting Komentar
0 Komentar