Catatan Harian
Menyukai Kata
Jejaring sosial yang menyediakan tanda jempol untuk menyukai tulisan seseorang memang menarik. Tapi ada kalanya harus disadari, beberapa kali saya temui modus dari men-jempol-i status biasanya tidak didasarkan pada baiknya tulisan yang disebut status itu. Namun pada siapa yang menulis. Pernah saya dengar maqalah Arab yang berbunyi undzur maa qaala la tandzur man qaala, perhatikanlah apa yang diucapkan, jangan perhatikan siapa yang mengucapkan. Ini mungkin sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh Barthes, Kematian Penulis.
Ini menjadi ancaman terhadap perkembangan penulisan. Faktanya, jejaring sosial bukan hanya media silaturrahim dan berjumpa dengan handai taulan, tapi juga sharing banyak hal yang memacu perkembangan wacana, informasi, dan pengetahuan. Karena komentar lebih penting daripada sekedar jempol tanpa pemahaman. Komentar yang cerdas membutuhkan olah pikiran. Entah itu komentar konyol, cerdas dan inspiratif harus diberikan pada penulis status. Mengomentari lebih baik daripada hanya meninggalkan jempol tanpa pemahaman atas tulisan. Mengapresiasi dengan komentar melampaui empat jempol sekaligus.
Ini menjadi ancaman terhadap perkembangan penulisan. Faktanya, jejaring sosial bukan hanya media silaturrahim dan berjumpa dengan handai taulan, tapi juga sharing banyak hal yang memacu perkembangan wacana, informasi, dan pengetahuan. Karena komentar lebih penting daripada sekedar jempol tanpa pemahaman. Komentar yang cerdas membutuhkan olah pikiran. Entah itu komentar konyol, cerdas dan inspiratif harus diberikan pada penulis status. Mengomentari lebih baik daripada hanya meninggalkan jempol tanpa pemahaman atas tulisan. Mengapresiasi dengan komentar melampaui empat jempol sekaligus.
Entah mengapa bagi saya, cap jempol mengganggu. Sebab dalam anggapan saya, bakul jempol adalah orang yang malas membaca status yang lumayan panjang. Memang pada dasarnya, semua tulisan adalah untuk menyampaikan sesuatu. Apalagi yang dicantumkan adalah link tulisan tertentu. Bisa dipastikan, bagi pengguna akun yang malas membaca, tapi respek pada penulisnya, ia hanya akan memberi jempol tanpa tahu isi tulisan dan yang ingin disampaikan itu apa. Di sinilah konyolnya Cap Jempol.
Dulu, saya juga merasakan hal yang demikian. Karena ingin diketahui bahwa saya memperhatikan status Facebook seseorang, saya memberikan jempol untuknya. Ini sudah di luar pakem perkembangan informasi.
Posting Komentar
0 Komentar