Catatan Harian
Salam Rindu buat Kekerasan
Sore
hanyalah saat dimana perubahan waktu diketahui melalui terang ke menjelang
gelap. Bagi orang yang memerhatikan perubahan waktu ini dengan capek, mereka
akan terburu-buru mencapai malam. Namun bagiku, Kekerasan, sore adalah siksa.
Siksa yang tak berkesudahan. Mengapa begitu? Sebab aku menginginkan tidak
adanya malam. Malam menyediakanku mimpi-mimpi, menawarkan ketidaknyataan, dan
tidak menyelesaikan kerinduan.
Aku
selalu mengharap siang. Terik memang tidak disukai banyak orang, tapi terik
mataharilah yang paling jujur pada pandangan. Bagaimana saat aku melihatmu di
depan gedung itu, auramu tak terhalang sedikit pun kabut. Matahari di atas sana
menyinarimu hingga aku bisa melihat lekuk tubuhmu yang membuatku bernafsu. Dan
setelah itu aku cemburu tanda cinta, karena beberapa lelaki yang melihatmu ikut
menikmati yang seharusnya hanya aku yang menikmatinya ketika kau menjelaskan
arti lekuk tubuhmu, Kekerasan.
Kau
pasti bertanya-tanya mengapa aku mengirimu salam rindu melalui sahabat dekatmu.
Aku ingin jelaskan dengan surat cinta ini.
Aku
pikir, tulisan sangat tak memadai tanpa penjelasan suara. Dari kejauhan
berjarak dua kursi, aku ingin meneriakkan cinta. Namun kelas tempat kita
belajar akan gaduh dan riuh. Sebab aku sebelumnya tak pernah diketahui
mencintai orang, atau tertarik pada keindahan. Melalui mulut sahabatmu itu aku
berpesan, andai kau bersedia berjumpa denganku di dekat jendela kamar mandi,
aku akan mencium bibirmu hingga basah. Jangan lupa, buka sedikit kerahmu yang
tertutup kerudung itu, agar aku bisa meresapi mengapa cinta harus penuh nafsu.
Jika ada temanmu bertanya habis itu mengapa bibirmu basah, katakan padanya kau
baru saja berkumur. Jangan lupa gumam di hatimu, bahwa kau baru saja meminum
air cinta melalui bibirku, di dekat jendela depan kamar mandi.
Cukup
sekian salam dan surat rinduku, aku akan beranjak menemani maghrib dan
menjalani malam, Cintaku Kekerasan.
Posting Komentar
0 Komentar