Paramore dan Saya


Salah seorang sahabat saya yang juga asli Madura, Ishak namanya, tidak cukup percaya bahwa saya menyukai Paramore, grup band beraliran punk asal negeri Paman Sam. Ketika dia tanya mengapa saya menyukai Paramore, saya jawab sebagaimana biasa jawabkan ke orang lain, “Karena Hayley Williams cantik.” Selesai pertanyaan dan tak ada ajuan pertanyaan lagi.


Lagu Paramore yang pertama saya kenal adalah Decode. Lagu ini menjadi soundtrack film Twilight, film yang diangkat dari novel pertama Stephanie Meyer. Dan saya mengenali Twilight di Perpustakaan Annuqayah, saya tertarik membaca Twilight karena Radliyah Imron membacanya. Sesederhana itu. kebetulan saya bukan siapa-siapa selain sebagai penikmat musik dan pembaca buku. Olala. Membaca buku atas nama saran orang yang saya inspirasi adalah bakat saya. Bukan seperti singa yang jinak, tapi kambing menderita. Hahaha.


Jadi soal selera pada Paramore, tidak lepas dari persentuhan saya dengan Radliyah. Saya mungkin tidak pernah mengenal Hayley Williams jika tidak pernah mengenal Radliyah. Atau bahkan para tokoh dalam Twilight sendiri tak pernah saya baca, dan Stephani Meyer hanya saya ketahui ketika mencatatkan namanya di buku inventaris-klasifikasi perpustakaan.


Ada keributan antara Hayley, Meyer, Decode, Bella, Edward, dan para vampir yang lain dalam diri saya. Ketika Paramore membuat saya terpesona, saya mulai mencari lagu yang lain. The Only Exception. Kena. Jatuh hati lagi. Ada yang gila dalam susunan katanya, ada yang idiot dalam setiap desahannya. Saya digilakan sastra. Sastra menhancurkan bahasa saya. Jika Nabi mensabdakan kebaikan, Paramore menambahkannya dengan aroma-aroma. Bukan saya lebay. Tapi penggambaran dari ketakjuban saya.


Saya lanjutkan tulisan ini kapan-kapan. Setelah waktu untuk menulis kembali datang. Salam buat Hayley Willimas. Dan buat Radliyah Imron.

Posting Komentar

0 Komentar